Breaking News
Flag Counter

Kamis, 15 Mei 2014

Membaca Track Record Calon Pemimpin di Pilpres 2014



Menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014, ada banyak figur yang akan muncul dalam percaturan pesta demokrasi lima tahunan itu. Jokowi, Abu Rizal Bakri (ARB) dan Prabowo adalah beberapa nama yang akan menghiasi papan pemilihan presiden nanti. Setidaknya, tiga nama tersebut yang diperkirakan maju menjadi Calon Presiden.

“Dari tiga nama tersebut, sampai saat ini masih Jokowi yang memiliki investasi sosial paling dominan kepada masyarakat,” ungkap Pemateri kajian, Dani Sutopo kepada peserta kajian di Sekretariat Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang, Jum’at 10 Mei 2014.

Menurut dosen sosiologi di Universitas Brawijaya ini, investasi sosial Jokowi sudah dilakukan jauh sebelum dirinya memiliki orientasi menjadi presiden. Ia menggambarkan perilaku kepemimpinan Jokowi yang lebih dekat kepada rakyat. Ia menjadi teladan bagi rakyat dengan selalu berada di depan dan selalu turun ke lapangan atau blusukan.

Jika membaca track record ARB, pria berambut gondrong diikat ini menjelaskan bahwa ARB merupakan sosok pengusaha yang politis sekali. Hal ini wajar jika melihat ARB yang selain pengusaha juga menjabat sebagai ketua partai Golkar. Golkar merupakan kendaraan politik ARB menuju pemenangan Pilpres 2014.

Namun, di sisi lain, ARB lemah di ranah sosial. Investasi sosial yang dilakukan ARB tidak setinggi yang dilakukan Jokowi. “Investasi sosialnya kurang, walaupun akhir-akhir ini ia sedang menggalakkan beberapa program yang lebih mengarah kepada ranah sosial,” jelasnya.

Sementara itu, jika membaca track record Prabowo tentu lain lagi hasilnya. Prabowo adalah sosok pribadi yang konsisten. Tentu ini menjadi nilai positif apalagi memimpin partai Gerindra yang katanya membela wong cilik, walaupun karirnya di Tentara Nasional Indonesia (TNI) terbilang cukup prematur.

“Tapi jangan lupa, di masa pergolakan 1998 ia juga kental dengan predikat penculik aktivis, walaupun saat ini cakarnya di TNI juga masih kuat,” tambah Dani.

Menuju Indonesia lebih baik, tentu tidak hanya memandang pemimpin dari sisi politis saja, melainkan sisi-sisi yang lain juga harus diperhatikan. Jika melihat dari sisi politis, maka untuk memimpin Negara ini hanya membutuhkan calon pemimpin yang memiliki record bagus di bidang birokrasi. Padahal,berbicara tentang pemimpin Negara berarti berbicara tentang masyarakat dan bangsa.
Oleh sebab itu, pandangan dari sisi masyarakat juga harus digunakan. Sisi ini melihat bagaimana seorang pemimpin juga harus memiliki record yang bagus dalam sisi investasi sosial kepada diri masyarakat. “Sekarang ini banyak yang terjebak bahwa mengelola Negara itu mengelola pemerintahan, padahal tidak,” ujarnya.

Dari track record ketiga nama tersebut, bisa dilihat sosok seperti apa nantinya yang cocok untuk memimpin Negara pancasila ini. Ke depan, bangsa ini perlu dipimpin oleh mereka yang mampu mengambil keputusan di tengah-tengah kaum atau msyarakat tertindas, yang masih jauh dari kata makmur.

Analoginya adalah, ketika masyarakat ini dibagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok yang makmur dan tertindas, maka pemimpin yang paling bijak adalah ketika pemimpin itu mengambil kebijakan dan kakinya berada di tengah masyarakat yang tertindas. Pemimpin yang seperti ini adalah pemimpin yang melihat dan mendasarkan perilaku kepemimpinannya pada mereka yang masih belum merasakan kemakmuran, sehingga keputusannya tidak semena-mena dan tidak semakin melempar masyakat miskin ke jurang yang semakin membuatnya miskin.

Bayangkan, ketika pemimpin yang mengambil keputusan menginjakkan kaki dan pemikirannya di tengah-tengah kaum yang makmur dan kaya, maka ketika dihadapkan pada permasalahan dan hutang Negara, mereka akan mencari solusi instan dengan meminjam dan menghutang ke Negara adidaya.

Analogi ini bisa direlevansikan dengan ketiga nama tersebut. Jokowi memiliki investasi sosial yang tinggi kepada masyarakat. Dipadu dengan partai PDI-P yang juga katanya lebih berpihak dan membela kepentingan-kepentingan rakyat melalui gerakan ekonomi sosialnya. Prabowo dan partainya juga berada dalam posisi membela kepentingan wong cilik. Hal ini bisa dilihat dari program-program partai Gerindra yang menggalakkan perhatiannya pada kemakmuran petani.

Sementara ARB, politisi ini bisa dilihat sebagai politisi partai yang juga sebagai pengusaha. Jaringan dan komunikasi luar negeri juga tentu terbangun, khususnya dalam bidang usaha. Pembangunan negeri ini akan semakin lebih maju karena ditopang oleh pemimpin yang politis dan diplomatik dengan negosiasi model pengusaha.

Namun, juga bisa dipastikan kebergantungan bangsa ini kepada Negara luar akan semakin erat. Liberalisme dan kapitalisme akan semakin merajalela. Hutang kepada bank dunia juga akan semakin menumpuk. Sejarah menyatakan, bahwa di bawah pimpinan Soekarno Negara ini meneriakkan untuk berdiri di atas kaki sendiri. Namun, pada periode rezim berikutnya, gerbang masuknya kapitalisme dan liberalisme terbuka lebar. Maka tidak heran jika sejak itu, hutang Negara ini kepada Negara lain semakin bertambah dan semakin menumpuk.
Pada momentum Pilpres 2014, sudah saatnya untuk mengembalikan jati diri bangsa ini. Tidak masalah membangun perjanjian bilateral dengan Negara asing, namun harus diperhatikan bahwa bangsa ini bukan boneka yang bisa dipermainkan dan diambil kekayaan alamnya. “Kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) kita selalu disediakan untuk bangsa asing,” jelas Dani.

Pada kajian isu nasional yang diadakan Wakil Ketua II Pengurus PMII Komisariat Country ini, Dani memberikan catatan bahwa sebagai pemilih, masyarakat harus berpikir tentang masyarakat yang harus diayomi, perubahan bangsa, masyarakat tertindas dan memilih atas dasar sesuatu yang benar. “Itu yang paling relevan bagi kita saat ini,” ucap Dani di akhir kajian. (Tif)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar




Designed By