SURAT KERINDUAN
Perempuanku,
Sudah saatnya kukirimkan surat kerinduan ini sebelum purnama menyepi di mata kita. Angin begitu lindap memecahkan segala kenangan ini. Sementara waktu kian membidikku dari belakang. Maka aku tak ingin kerinduan ini gagal sebelum musimnya.
Sudah empat purnama kita tdak lagi saling menukar tatap. Hatiku gelisah, pikiranku ngigau dan hasratku semakin membiru. Barangkali setelah malam mulai bernyanyi bersama angin kemesraan itu. Aku ingin mengantarkan kerinduan ini kepadamu, oh perempuanku.
Kadang aku telusuri kesunyian malam, berharap engkau menjelma bulan dibalik-balik bebintang di langit. Tetapi setelah kulempar tatap engkau pun menghilang. Setiap aku mendengar lelagu angin. Pikiranku merantau kedalam episode lalu saat masih bersamamu. Kala matahari terbit, aku segera bangun berharap ada senyum yang kau titip bersama cahaya. Tetapi aku salah lagi, aku hanya menemukan kepasanas lalu sempurnalah kerinduan ini.
Perempuanku,
Apakah kamu telah hijrah ke langit atau menyebur ke dalam laut hingga memberi kabarku saja harus berbalut sabar. Saat ini, aku seperti burung yang patah sayapnya. Bagaimana aku bisa terbang mencarimu? Pindah dari dahan ke dahan yang lain saja aku harus menggunakan alat. Sakit. Oh...Sungguh.
Kenangan itu sudah membatu. Mengakar seperti pepohanan malam. Daundaunnya indah menebar harum wangi. Tapi sayang, dia tak bisa menghasilkan buah. Ya epilog kerinduanku. Barangkali sudah saatnya aku harus menggurkan dau-daun itu. Sebab jika tidak maka akulah yang akan lenyap. Sementara musim kemarau selalu memanggilku dalam ingau. Aku gigil dalam ingatanku. Batulah mulutku. Kalenderku gugur satu-persatu.
Oh...perempuanku
Jika kau temui laut merah, langit kelabu dan pasir-pasir gersang. Maka sebutlah namaku. Tataplah matahatimu. Biar kerinduanku melahirkan kedamaian. Walau pada akhirnya engku gagal kulamar dengan puisi.
Doaku selalu bersamamu, bersama angin, langit, laut dan segala kenangan yang pernah kita tanggalkan dahulu itu. Oh perempuanku
Malang, 16 Oktober 2012
Di Kamar Pojok
Pagi sepi
Aku masih sendiri
Tak ada bunyi-bunyi
Kecuali suara buku yang brserakakan di lantai
Memanggil-manggil dalam risih
Dan waktu tercuri begitu saja
Aku biarkan pagi terus telanjang diri
Setelah cuaca ruang gagal kutafsir sendiri
Angin kembali lindap seperti sedia kala
Mataku susup kepagian
Sementara peta-peta dalam buku itu
Kosong tak beriak sama sekali
Orang-orang masih sesenang hati
Tanpa melihat kembali matahari kemarin dan akan datang
Hingga matahari pun enggan bercumbuh
Dalam kemesraan mimpi-mimpi
Sementara yang lainnya masih membangun pesta tawa
Lantaran wajah keindahan itu
Sembunyi dibalik kesenangan
Seperti tak ada kehilangan saja
Ketawa pun terus di gelar penuh
Hatiku lumpuh
Menyatukan mata dalam tatap
Di luar sepatu
Hatiku gelisah jika cuaca hari
Mereka isi dengan pesta duri
Dan di pojok kamar
Aku tak lagi melihat
Mimpi mereka di gantung
Dalam peta dinding-dinding
Hanya tinggal nyamuk dan kecoak
Menjadi teman setia ruang sepi
Malang, 08 Oktober 2012
Sebelum Pulang
Sebelum pulang
Antarkan aku dulu pada danaumu
Biar kutahu wajah rindu
Waktu begitu saja
Membidik dari segala arah
Sementara kita kadang terlalu sibuk sendiri
Sampai lupa masa yang akan datang
Dan yang berlalu
Sibuk mengatur isi perut
Sibuk berdansa dalam tawa
Sebelum pulang
Aku ingin melukis dalam kenangan waktu
Meski gagal kadang kujumpai
Risau pun juga
Aku sudah siapkan sebuah catatan matahari
Biar kepulangan ini tak ada airmata tumpah
Malang, 2012
Karena Siang Ini Begitu Silau Di Mataku
Itulah sebabnya kenapa dahulu
Aku tidak melamar hujan lebih awal
Dengan segenap doa-doa
Dari pada kemarau yang merantau
Ya, meski wajah langit tidak semesra dahulu lagi
Kapankah hujan kernduan itu
Datang menemui bumi
Pohon-pohon tidak serindang dulu
Tempat para burung-burung memelihara rindu
Karena siang begitu silau di mataku
Aku ritualkan sajasegala prihal
Dalam setiap doa dalam sujudku
Tuhan, idzinkan aku melamar hujanMu
Dengan segenap kerinduanku
Malang, 8 November 2012
Malam Ini Tidak Lagi Semesra Dahulu
Suaramu tidak lagi semesa dahulu
Saat rindu benar-benar menyatu
Hatiku pun membiru
Sementara angin yang biasa
Mengantar lelagu rindu
Kini menjelma gigil
Dan aku tkut sekali
Ya, sungguh aku takut sekali
tiba-tiba malam berganti kelam
Menikam diamdiam
Dan aku hanya bisa diam
Mengeram sunyi
Hingga waktu benar-benar menjemputku
Malang, 8 November 2012
Oh tuhan...
Kiranya hidup ini sungguh begitu indah
Dan keindahan yang sejati
Hanya kerinduan padaMu yang sungguh
Meski jalan sebenarnya penuh duri luka
Luka akan hasrat nafsu
Yang tidak kita laksanakan
Lantaran cinta-sayangku hanya untukmu, ya Allah
Sungguh aku bahagia sekali menikmati hidup yang indah ini
Bersama kawan-teman-sahabat-keluarga dan orang-orang yang aku sayangi
Tetapi skenario itu hanya ada padaMu
Dan aku hanya bisa tawaddhu’
Bersujud dalam setiap rakaat kerinduan
Ya... sebuah kerinduan yang akan kubawah kemana-mana
Oh tuhanku...
Semoga kelak aku dan sahabat-sahabatku di pertemukan lagi
Di surgamu, ya gusti
Meski cuaca dan suasana tak seperti saat ini
Tadarus Kerinduan
Bismillahirrahmanirrahim
Ya tuhanku...
Meski benar susah di rasa
Aku berusaha membangun kembali
Rasa yang terlanjur renyah
Karena menggunungnya dosaku
Mengkristal mengaungkan resah
Hingga aku tidak lagi mengenal diriku sendiri
Ya robbi...
Doaku padamu
Meski tubuhku tidak seputih salju
Penuh debu, tanah lumpur di otak
Mulai mengalir serupa air ke hilir
Ya allah...
Benar-benar adalah kerinduan yang hakiki
Meski luka selalu memanggil dengan jalan yang berbeda
Saat rindu berusaha menyatu
Madura, 13 Agustus 2012
Dalam Malam
Malam ini
Tak ada yang bisa kuingat
Kecualu jalan pulang sendiri
Saat kemesraan angin selalu bertukar cerita di wajah langit
Meski gigil malam memanggil
Dan awan itu
Mulai berjumpalitan serupa omabk di laut
Ketika bulan dan bintang berusa bertukar tatap
Dalam malam
Dzikir sunyi
Bersemayam dalam tadabbur rindu
Walau mataku, telingaku dan ruhku
Tak seindah nur Muhammad-Mu
Banuaju, 12 agustus 2012
Karena Sesungguhnya
Aku benar-benar sungguh berterima kasih
Kepada siapa saja yang telah mengajariku
Tentang rindu, gelisah, resah, bahagia
Termasuk berdikari dalam hidup sendiri
Karena sesungguhnya kita adalah ruh
Ya, kita adalah ruh
Yang khusuk dan tunduk kepada firmanNya
Ruh yang mau berpikir dan berusaha
Dan doa adalah senjata pertama
Setelah berhasil mencuci ikhtiar dengan air keringat
Dalam setiap detak-detik nafas yang berjumpalitan di dada
Sampai kita tak lupa makna airmata dalam doa
Malang, 30 Juli 2012
Suramadu Maduku; Madura
Diatas jembatan ini
Ikan-ikan berisik isak dalam doa
Seperti para nabi yang tak pernah bosan
Hingga hatiku bergetar
Serasa mengajakku berpikir
Ini adalah jembatan sepanjang mata memandang
Jembatan yang mengantarkan bahagia sekaligus derita
Ya, sebuah derita panjang bagi yang tak sanggup bertahan
Sementara suara mobil, bus dan bisik-bisik udara langit
Mengantarkanku pada sebuah makna pengorbanan
Dahulu yang pernah dipelihara
Seperti mereka menjaga hati dan nyawa mereka sendiri
Malang, 30 Juli 2012
Cepat, Kembalilah Ke Bulan
Ambil air secukupnya
Lalu siapkan seberkas kasih
Sebelum engkau benar-benar kembali
Ke alam abadi
Dan jika kau terlalu sibuk sendiri
Kau akan tertinggal disini
Barangkali kau akan lupa jalan pulang
Maka
Madura, 3 agustus 2012
S & P
Meski rindu memanggil luka
Aku pun rela tanpa bahagia dalam tanya
Dalam ucap salam doa
Epilog kerinduan ini
Biar kubasuh sendiri
Hanya untuk dikau;satu
Karena selanjutnya,
Rindu membunuh rasa dalaam gelisahku
Madura, 2012
Sebuah Perjumpaan Di Batas Sore
Sore itu
Ada rindu yang tiba-tiba melepuh
Mencoba Merayuku dengan segenap nafsu
Meski hati selalu berkata
Aku selalu terluka karena rindu
Kala itu,
Alam mulai berdzikir
Dalam tadarus semai sunyi
Kecuali batas senyum yang masih mungil
Yang biasa aku temukan di penghujung senja
Subhanallah...
Sungguh begitu indah
Engkau ciptakan dia dengan sempurna
Barangkali inilah nikmat-Mu
Yang meskin kusyukuri dalam sebuah perjumpaan
Lalu kunamakan saja ini
Sebuah perjumpaan di batas sore
Karena senja sebagai lambang pisah siang dan malam
Termasuk juga aku
Hingga selebihnya aku haturkan saja
Sisa kerinduaan ini
Kepada pemilik yang sah
Karena aku tak ingin memanin sebelum musimnya
Madura, 2012
Musimmu Adalah Anugrah
Biar pun terik matahri berteriak
Datang sebelum malam
Mengantar dingin
Maka aku putuskan
Musim kali ini aku gelar saja
Pesta rujak-rujak mangga
Lalu memetik terik dari dahaga di pipi
Meski setelah itu
Daun-daun kuncup kepagian
Dan malam bersulam salam
Dalam hembus doa-doa
Dari para petani
Banuaju, 17 November 2012
Perempuanku,
Sudah saatnya kukirimkan surat kerinduan ini sebelum purnama menyepi di mata kita. Angin begitu lindap memecahkan segala kenangan ini. Sementara waktu kian membidikku dari belakang. Maka aku tak ingin kerinduan ini gagal sebelum musimnya.
Sudah empat purnama kita tdak lagi saling menukar tatap. Hatiku gelisah, pikiranku ngigau dan hasratku semakin membiru. Barangkali setelah malam mulai bernyanyi bersama angin kemesraan itu. Aku ingin mengantarkan kerinduan ini kepadamu, oh perempuanku.
Kadang aku telusuri kesunyian malam, berharap engkau menjelma bulan dibalik-balik bebintang di langit. Tetapi setelah kulempar tatap engkau pun menghilang. Setiap aku mendengar lelagu angin. Pikiranku merantau kedalam episode lalu saat masih bersamamu. Kala matahari terbit, aku segera bangun berharap ada senyum yang kau titip bersama cahaya. Tetapi aku salah lagi, aku hanya menemukan kepasanas lalu sempurnalah kerinduan ini.
Perempuanku,
Apakah kamu telah hijrah ke langit atau menyebur ke dalam laut hingga memberi kabarku saja harus berbalut sabar. Saat ini, aku seperti burung yang patah sayapnya. Bagaimana aku bisa terbang mencarimu? Pindah dari dahan ke dahan yang lain saja aku harus menggunakan alat. Sakit. Oh...Sungguh.
Kenangan itu sudah membatu. Mengakar seperti pepohanan malam. Daundaunnya indah menebar harum wangi. Tapi sayang, dia tak bisa menghasilkan buah. Ya epilog kerinduanku. Barangkali sudah saatnya aku harus menggurkan dau-daun itu. Sebab jika tidak maka akulah yang akan lenyap. Sementara musim kemarau selalu memanggilku dalam ingau. Aku gigil dalam ingatanku. Batulah mulutku. Kalenderku gugur satu-persatu.
Oh...perempuanku
Jika kau temui laut merah, langit kelabu dan pasir-pasir gersang. Maka sebutlah namaku. Tataplah matahatimu. Biar kerinduanku melahirkan kedamaian. Walau pada akhirnya engku gagal kulamar dengan puisi.
Doaku selalu bersamamu, bersama angin, langit, laut dan segala kenangan yang pernah kita tanggalkan dahulu itu. Oh perempuanku
Malang, 16 Oktober 2012
Di Kamar Pojok
Pagi sepi
Aku masih sendiri
Tak ada bunyi-bunyi
Kecuali suara buku yang brserakakan di lantai
Memanggil-manggil dalam risih
Dan waktu tercuri begitu saja
Aku biarkan pagi terus telanjang diri
Setelah cuaca ruang gagal kutafsir sendiri
Angin kembali lindap seperti sedia kala
Mataku susup kepagian
Sementara peta-peta dalam buku itu
Kosong tak beriak sama sekali
Orang-orang masih sesenang hati
Tanpa melihat kembali matahari kemarin dan akan datang
Hingga matahari pun enggan bercumbuh
Dalam kemesraan mimpi-mimpi
Sementara yang lainnya masih membangun pesta tawa
Lantaran wajah keindahan itu
Sembunyi dibalik kesenangan
Seperti tak ada kehilangan saja
Ketawa pun terus di gelar penuh
Hatiku lumpuh
Menyatukan mata dalam tatap
Di luar sepatu
Hatiku gelisah jika cuaca hari
Mereka isi dengan pesta duri
Dan di pojok kamar
Aku tak lagi melihat
Mimpi mereka di gantung
Dalam peta dinding-dinding
Hanya tinggal nyamuk dan kecoak
Menjadi teman setia ruang sepi
Malang, 08 Oktober 2012
Sebelum Pulang
Sebelum pulang
Antarkan aku dulu pada danaumu
Biar kutahu wajah rindu
Waktu begitu saja
Membidik dari segala arah
Sementara kita kadang terlalu sibuk sendiri
Sampai lupa masa yang akan datang
Dan yang berlalu
Sibuk mengatur isi perut
Sibuk berdansa dalam tawa
Sebelum pulang
Aku ingin melukis dalam kenangan waktu
Meski gagal kadang kujumpai
Risau pun juga
Aku sudah siapkan sebuah catatan matahari
Biar kepulangan ini tak ada airmata tumpah
Malang, 2012
Karena Siang Ini Begitu Silau Di Mataku
Itulah sebabnya kenapa dahulu
Aku tidak melamar hujan lebih awal
Dengan segenap doa-doa
Dari pada kemarau yang merantau
Ya, meski wajah langit tidak semesra dahulu lagi
Kapankah hujan kernduan itu
Datang menemui bumi
Pohon-pohon tidak serindang dulu
Tempat para burung-burung memelihara rindu
Karena siang begitu silau di mataku
Aku ritualkan sajasegala prihal
Dalam setiap doa dalam sujudku
Tuhan, idzinkan aku melamar hujanMu
Dengan segenap kerinduanku
Malang, 8 November 2012
Malam Ini Tidak Lagi Semesra Dahulu
Suaramu tidak lagi semesa dahulu
Saat rindu benar-benar menyatu
Hatiku pun membiru
Sementara angin yang biasa
Mengantar lelagu rindu
Kini menjelma gigil
Dan aku tkut sekali
Ya, sungguh aku takut sekali
tiba-tiba malam berganti kelam
Menikam diamdiam
Dan aku hanya bisa diam
Mengeram sunyi
Hingga waktu benar-benar menjemputku
Malang, 8 November 2012
Oh tuhan...
Kiranya hidup ini sungguh begitu indah
Dan keindahan yang sejati
Hanya kerinduan padaMu yang sungguh
Meski jalan sebenarnya penuh duri luka
Luka akan hasrat nafsu
Yang tidak kita laksanakan
Lantaran cinta-sayangku hanya untukmu, ya Allah
Sungguh aku bahagia sekali menikmati hidup yang indah ini
Bersama kawan-teman-sahabat-keluarga dan orang-orang yang aku sayangi
Tetapi skenario itu hanya ada padaMu
Dan aku hanya bisa tawaddhu’
Bersujud dalam setiap rakaat kerinduan
Ya... sebuah kerinduan yang akan kubawah kemana-mana
Oh tuhanku...
Semoga kelak aku dan sahabat-sahabatku di pertemukan lagi
Di surgamu, ya gusti
Meski cuaca dan suasana tak seperti saat ini
Tadarus Kerinduan
Bismillahirrahmanirrahim
Ya tuhanku...
Meski benar susah di rasa
Aku berusaha membangun kembali
Rasa yang terlanjur renyah
Karena menggunungnya dosaku
Mengkristal mengaungkan resah
Hingga aku tidak lagi mengenal diriku sendiri
Ya robbi...
Doaku padamu
Meski tubuhku tidak seputih salju
Penuh debu, tanah lumpur di otak
Mulai mengalir serupa air ke hilir
Ya allah...
Benar-benar adalah kerinduan yang hakiki
Meski luka selalu memanggil dengan jalan yang berbeda
Saat rindu berusaha menyatu
Madura, 13 Agustus 2012
Dalam Malam
Malam ini
Tak ada yang bisa kuingat
Kecualu jalan pulang sendiri
Saat kemesraan angin selalu bertukar cerita di wajah langit
Meski gigil malam memanggil
Dan awan itu
Mulai berjumpalitan serupa omabk di laut
Ketika bulan dan bintang berusa bertukar tatap
Dalam malam
Dzikir sunyi
Bersemayam dalam tadabbur rindu
Walau mataku, telingaku dan ruhku
Tak seindah nur Muhammad-Mu
Banuaju, 12 agustus 2012
Karena Sesungguhnya
Aku benar-benar sungguh berterima kasih
Kepada siapa saja yang telah mengajariku
Tentang rindu, gelisah, resah, bahagia
Termasuk berdikari dalam hidup sendiri
Karena sesungguhnya kita adalah ruh
Ya, kita adalah ruh
Yang khusuk dan tunduk kepada firmanNya
Ruh yang mau berpikir dan berusaha
Dan doa adalah senjata pertama
Setelah berhasil mencuci ikhtiar dengan air keringat
Dalam setiap detak-detik nafas yang berjumpalitan di dada
Sampai kita tak lupa makna airmata dalam doa
Malang, 30 Juli 2012
Suramadu Maduku; Madura
Diatas jembatan ini
Ikan-ikan berisik isak dalam doa
Seperti para nabi yang tak pernah bosan
Hingga hatiku bergetar
Serasa mengajakku berpikir
Ini adalah jembatan sepanjang mata memandang
Jembatan yang mengantarkan bahagia sekaligus derita
Ya, sebuah derita panjang bagi yang tak sanggup bertahan
Sementara suara mobil, bus dan bisik-bisik udara langit
Mengantarkanku pada sebuah makna pengorbanan
Dahulu yang pernah dipelihara
Seperti mereka menjaga hati dan nyawa mereka sendiri
Malang, 30 Juli 2012
Cepat, Kembalilah Ke Bulan
Ambil air secukupnya
Lalu siapkan seberkas kasih
Sebelum engkau benar-benar kembali
Ke alam abadi
Dan jika kau terlalu sibuk sendiri
Kau akan tertinggal disini
Barangkali kau akan lupa jalan pulang
Maka
Madura, 3 agustus 2012
S & P
Meski rindu memanggil luka
Aku pun rela tanpa bahagia dalam tanya
Dalam ucap salam doa
Epilog kerinduan ini
Biar kubasuh sendiri
Hanya untuk dikau;satu
Karena selanjutnya,
Rindu membunuh rasa dalaam gelisahku
Madura, 2012
Sebuah Perjumpaan Di Batas Sore
Sore itu
Ada rindu yang tiba-tiba melepuh
Mencoba Merayuku dengan segenap nafsu
Meski hati selalu berkata
Aku selalu terluka karena rindu
Kala itu,
Alam mulai berdzikir
Dalam tadarus semai sunyi
Kecuali batas senyum yang masih mungil
Yang biasa aku temukan di penghujung senja
Subhanallah...
Sungguh begitu indah
Engkau ciptakan dia dengan sempurna
Barangkali inilah nikmat-Mu
Yang meskin kusyukuri dalam sebuah perjumpaan
Lalu kunamakan saja ini
Sebuah perjumpaan di batas sore
Karena senja sebagai lambang pisah siang dan malam
Termasuk juga aku
Hingga selebihnya aku haturkan saja
Sisa kerinduaan ini
Kepada pemilik yang sah
Karena aku tak ingin memanin sebelum musimnya
Madura, 2012
Musimmu Adalah Anugrah
Biar pun terik matahri berteriak
Datang sebelum malam
Mengantar dingin
Maka aku putuskan
Musim kali ini aku gelar saja
Pesta rujak-rujak mangga
Lalu memetik terik dari dahaga di pipi
Meski setelah itu
Daun-daun kuncup kepagian
Dan malam bersulam salam
Dalam hembus doa-doa
Dari para petani
Banuaju, 17 November 2012




Tidak ada komentar:
Posting Komentar