Breaking News
Flag Counter

Senin, 08 April 2013

Sajak - Sajak Mawardi Stiawan

SURAT KERINDUAN

Perempuanku,

Sudah saatnya kukirimkan surat kerinduan ini sebelum purnama menyepi di mata kita. Angin begitu lindap memecahkan segala kenangan ini. Sementara waktu kian membidikku dari belakang. Maka aku tak ingin kerinduan ini gagal sebelum musimnya.

Sudah empat purnama kita tdak lagi saling menukar tatap. Hatiku gelisah, pikiranku ngigau dan hasratku semakin membiru. Barangkali setelah malam mulai bernyanyi bersama angin kemesraan itu. Aku ingin mengantarkan kerinduan ini kepadamu, oh perempuanku.

Kadang aku telusuri kesunyian malam, berharap engkau menjelma bulan dibalik-balik bebintang di langit. Tetapi setelah kulempar tatap engkau pun menghilang. Setiap aku mendengar lelagu angin. Pikiranku merantau kedalam episode lalu saat masih bersamamu. Kala matahari terbit, aku segera bangun berharap ada senyum yang kau titip bersama cahaya. Tetapi aku salah lagi, aku hanya menemukan kepasanas lalu sempurnalah kerinduan ini.



Perempuanku,

Apakah kamu telah hijrah ke langit atau menyebur ke dalam laut hingga memberi kabarku saja harus berbalut sabar. Saat ini, aku seperti burung yang patah sayapnya. Bagaimana aku bisa terbang mencarimu? Pindah dari dahan ke dahan yang lain saja aku harus menggunakan alat. Sakit. Oh...Sungguh.

Kenangan itu sudah membatu. Mengakar seperti pepohanan malam. Daundaunnya indah menebar harum wangi. Tapi sayang, dia tak bisa menghasilkan buah. Ya epilog kerinduanku. Barangkali sudah saatnya aku harus menggurkan dau-daun itu. Sebab jika tidak maka akulah yang akan lenyap. Sementara musim kemarau selalu memanggilku dalam ingau. Aku gigil dalam ingatanku. Batulah mulutku. Kalenderku gugur satu-persatu.

Oh...perempuanku

Jika kau temui laut merah, langit kelabu dan pasir-pasir gersang. Maka  sebutlah namaku. Tataplah matahatimu. Biar kerinduanku melahirkan kedamaian. Walau pada akhirnya engku gagal kulamar dengan puisi.

Doaku selalu bersamamu, bersama angin, langit, laut dan segala kenangan yang pernah kita tanggalkan dahulu itu. Oh perempuanku

Malang, 16 Oktober 2012

Di Kamar Pojok

Pagi sepi

Aku masih sendiri

Tak ada bunyi-bunyi

Kecuali suara buku yang brserakakan di lantai

Memanggil-manggil dalam risih

Dan waktu tercuri begitu saja

Aku biarkan pagi terus telanjang diri

Setelah cuaca ruang gagal kutafsir sendiri

Angin kembali lindap seperti sedia kala

Mataku susup kepagian

Sementara peta-peta dalam buku itu

Kosong tak beriak sama sekali

Orang-orang masih sesenang hati

Tanpa melihat kembali matahari kemarin dan akan datang

Hingga matahari pun enggan bercumbuh

Dalam kemesraan mimpi-mimpi

Sementara yang lainnya masih membangun pesta tawa

Lantaran wajah keindahan itu

Sembunyi dibalik kesenangan

Seperti tak ada kehilangan saja

Ketawa pun terus di gelar penuh

Hatiku lumpuh

Menyatukan mata dalam tatap

Di luar sepatu

Hatiku gelisah jika cuaca hari

Mereka isi dengan pesta duri

Dan di pojok kamar

Aku tak lagi melihat

Mimpi mereka di gantung

Dalam peta dinding-dinding

Hanya tinggal nyamuk dan kecoak

Menjadi teman setia ruang sepi

Malang, 08 Oktober 2012

Sebelum Pulang

Sebelum pulang

Antarkan aku dulu pada danaumu

Biar kutahu wajah rindu

Waktu begitu saja

Membidik dari segala arah

Sementara kita kadang terlalu sibuk sendiri

Sampai lupa  masa yang akan datang

Dan yang berlalu

Sibuk mengatur isi perut

Sibuk berdansa dalam tawa

Sebelum pulang

Aku ingin melukis dalam kenangan waktu

Meski gagal kadang kujumpai

Risau pun juga

Aku sudah siapkan sebuah catatan matahari

Biar kepulangan ini tak ada airmata tumpah

Malang, 2012

Karena Siang Ini Begitu Silau Di Mataku

Itulah sebabnya kenapa dahulu

Aku tidak melamar hujan lebih awal

Dengan segenap doa-doa

Dari pada kemarau yang merantau

Ya, meski wajah langit tidak semesra dahulu lagi

Kapankah hujan kernduan itu

Datang menemui bumi

Pohon-pohon tidak serindang dulu

Tempat para burung-burung memelihara rindu

Karena siang begitu silau di mataku

Aku ritualkan sajasegala prihal

Dalam setiap doa dalam sujudku

Tuhan, idzinkan aku melamar hujanMu

Dengan segenap kerinduanku

Malang, 8 November 2012

Malam Ini Tidak Lagi Semesra Dahulu

Suaramu tidak lagi semesa dahulu

Saat rindu benar-benar menyatu

Hatiku pun membiru

Sementara angin yang biasa

Mengantar lelagu rindu

Kini menjelma gigil

Dan aku tkut sekali

Ya, sungguh aku takut sekali

tiba-tiba malam berganti kelam

Menikam diamdiam

Dan aku hanya bisa diam

Mengeram sunyi

Hingga waktu benar-benar menjemputku

Malang, 8 November 2012

Oh tuhan...

Kiranya hidup ini sungguh begitu indah

Dan keindahan yang sejati

Hanya kerinduan padaMu yang sungguh

Meski jalan sebenarnya penuh duri luka

Luka akan hasrat nafsu

Yang tidak kita laksanakan

Lantaran cinta-sayangku hanya untukmu, ya Allah

Sungguh aku bahagia sekali menikmati hidup yang indah ini

Bersama kawan-teman-sahabat-keluarga dan orang-orang yang aku sayangi

Tetapi skenario itu hanya ada padaMu

Dan aku hanya bisa tawaddhu’

Bersujud dalam setiap rakaat kerinduan

Ya... sebuah kerinduan yang akan kubawah kemana-mana

Oh tuhanku...

Semoga kelak aku dan sahabat-sahabatku di pertemukan lagi

Di surgamu, ya gusti

Meski cuaca dan suasana tak seperti saat ini

Tadarus Kerinduan

Bismillahirrahmanirrahim

Ya tuhanku...

Meski benar susah di rasa

Aku berusaha membangun kembali

Rasa yang terlanjur renyah

Karena menggunungnya dosaku

Mengkristal mengaungkan resah

Hingga aku tidak lagi mengenal diriku sendiri

Ya robbi...

Doaku padamu

Meski tubuhku tidak seputih salju

Penuh debu, tanah lumpur di otak

Mulai mengalir serupa air ke hilir

Ya allah...

Benar-benar adalah kerinduan yang hakiki

Meski luka selalu memanggil dengan jalan yang berbeda

Saat rindu berusaha menyatu

Madura, 13 Agustus 2012

Dalam Malam

Malam ini

Tak ada yang bisa kuingat

Kecualu jalan pulang sendiri

Saat kemesraan angin selalu bertukar cerita di wajah langit

Meski gigil malam memanggil

Dan awan itu

Mulai berjumpalitan serupa omabk di laut

Ketika bulan dan bintang berusa bertukar tatap

Dalam malam

Dzikir sunyi

Bersemayam dalam tadabbur  rindu

Walau mataku, telingaku dan ruhku

Tak seindah nur Muhammad-Mu

Banuaju, 12 agustus 2012

Karena Sesungguhnya

Aku benar-benar sungguh berterima kasih

Kepada siapa saja yang telah mengajariku

Tentang rindu, gelisah, resah, bahagia

Termasuk berdikari dalam hidup sendiri

Karena sesungguhnya kita adalah ruh

Ya, kita adalah ruh

Yang khusuk dan tunduk kepada firmanNya

Ruh yang mau berpikir dan berusaha

Dan doa adalah senjata pertama

Setelah berhasil mencuci ikhtiar dengan air keringat

Dalam setiap detak-detik nafas yang berjumpalitan di dada

Sampai kita tak lupa makna airmata dalam doa

Malang, 30 Juli 2012

Suramadu Maduku; Madura

Diatas jembatan ini

Ikan-ikan berisik isak dalam doa

Seperti para nabi yang tak pernah bosan

Hingga hatiku bergetar

Serasa mengajakku berpikir

Ini adalah jembatan sepanjang mata memandang

Jembatan yang mengantarkan bahagia sekaligus derita

Ya, sebuah derita panjang bagi yang tak sanggup bertahan

Sementara suara mobil, bus dan bisik-bisik udara langit

Mengantarkanku pada sebuah makna pengorbanan

Dahulu yang pernah dipelihara

Seperti mereka menjaga hati dan nyawa mereka sendiri

Malang, 30 Juli 2012

Cepat, Kembalilah Ke Bulan

Ambil air secukupnya

Lalu siapkan seberkas kasih

Sebelum engkau benar-benar kembali

Ke alam abadi

Dan jika kau terlalu sibuk sendiri

Kau akan tertinggal disini

Barangkali kau akan lupa jalan pulang

Maka

Madura, 3 agustus 2012

S & P

Meski rindu memanggil luka

Aku pun rela tanpa bahagia dalam tanya

Dalam ucap salam doa

Epilog kerinduan ini

Biar kubasuh sendiri

Hanya untuk dikau;satu

Karena selanjutnya,

Rindu membunuh rasa dalaam gelisahku

Madura, 2012

Sebuah Perjumpaan Di Batas Sore

Sore itu

Ada rindu yang tiba-tiba melepuh

Mencoba Merayuku dengan segenap nafsu

Meski hati selalu berkata

Aku selalu terluka karena rindu

Kala itu,

Alam mulai berdzikir

Dalam tadarus semai sunyi

Kecuali batas senyum yang masih mungil

Yang biasa aku temukan di penghujung senja

Subhanallah...

Sungguh begitu indah

Engkau ciptakan dia dengan sempurna

Barangkali inilah nikmat-Mu

Yang meskin kusyukuri dalam sebuah perjumpaan

Lalu kunamakan saja ini

Sebuah perjumpaan di batas sore

Karena senja sebagai lambang pisah siang dan malam

Termasuk juga aku

Hingga selebihnya aku haturkan saja

Sisa kerinduaan ini

Kepada pemilik yang sah

Karena aku tak ingin memanin sebelum musimnya

Madura, 2012

Musimmu Adalah Anugrah

Biar pun terik matahri berteriak

Datang sebelum malam

Mengantar dingin

Maka aku putuskan

Musim kali ini aku gelar saja

Pesta rujak-rujak mangga

Lalu memetik terik dari dahaga di pipi

Meski setelah itu

Daun-daun kuncup kepagian

Dan malam bersulam salam

Dalam hembus doa-doa

Dari para petani

Banuaju, 17 November 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar




Designed By