Breaking News
Flag Counter

Senin, 08 April 2013

DIARY LUKA - LUKA

Tak ada yang bisa menebak datangnya cinta. Sebab cinta bisa saja datang dari segala arah, dan cinta bisa saja datang lewat pandangan pertama lalu turun ke hati meski kadang pandangan pertama itu adalah kebohongan. cinta adalah segenap keindahan selaligus keresahan bagi penikmatnya. Tetapi apa pun itu, itulah cinta.

            Holizatul Afifah, nama yang pertama kali aku mengenalnya, saat aku mengenyam bangku kuliah di kota yang dulu banyak orang mengatakan Malang adalah Kota dingin. Dialah sosok perempuan yang selalu kujumpai saat pergi ke kampus. Dia perempuan yang lahir dari keluarga kurang mampu tapi, dia punya satu kelebihan yang tidak semua orang memilikinya. Kamu tahu kenapa aku selalu mengaguminya? Sinar yang terpancar dari senyumnya adalah cahaya bagi jiwaku. Sikapnya yang lembut selalu membuatku tak bosan saat bersamanya. Dialah perempuan idamanku. Meski dari keluarga yang sederhana tapi dia punya prestasi yang bisa dibanggakan.



            Saat dia masih duduk di bangku SLTA, dia pernah memenangkan lomba juara tulis-menulis antar kelas yang diselenggarakan oleh OSIS  di sekolahnya. Prestasi yang cukup membanggakan untuk dijadikan modal melangkah lebih maju ke depan. Kamu tahu siapa orangtuanya? Ibunya seorang perakit tikar, biasanya dalam sehari bisa menghasilkan dua atau tiga tikar saja. Bayangkan! hidup di zaman sekarang yang semuanya serba uang, untuk sekedar menghadapi tantangan hidup yang penuh perlombaan. Kadang disela-sela waktunya dia menyempatkan diri menjadi tukang penjual bubur di pagi hari, saat anak-anak di kampungnya mulai mau berangkat sekolah. Keluarga yang sederhana tapi kaya hati. Orang di sekitarnya biasanya memanggil bur dari penjual bubur. Tapi nama  sebenarnya dia adalah Ruani. Karena penampilannya yang sederhana membuat peta garis pengelompokan. Wajar, dia mendapatkan julukan itu. Miskin!.

            Sementara ayahnya, dia hanyalah seorang nelayan sejati. Sebuah pekerjaan yang tergantung pada musim. Kalau musimnya bersahabat dia akan berangkat sebagi pekerjaan rutinnya atau malah sebaliknya. Menjadi seorang nelayan taruhannya memang  nyawa. Mau tidak mau dia pasti akan dilakukan. Karena seorang laki-laki ketika sudah berumah tangga statusnya sudah menjadi tulang punggung dari rumah tangganya. Menjadi imam bagi anak dan istrinya. Namanya Mawardi. dia biasanya berangkat mulai pukul: 03: 00 Wib disaat orang-orang  di sekitarnya masih enak menyusuri mimpi.  Ayahnya pulang disaat ayam dan burung-burung mulai kembali ke sarangnya masing-masing. Ya, sekitar jam setengah lima sore gituan. Lalu mereka bertemu kembali untuk saling menukar senyum dan kesejukan hati karena sudah berkumpul kembali.

            Itulah hal sederhana, yang membuatku jadi ingat selalu kepadanya. Kelembutan sikap dan ketekunannya dalam belajar membuatnya semakin lebih kaya hati meski dia sebenarnya miskin harta. Dia tidak pernah menyesali akan semua ini. Barangkali tuhan sedang merencanakan yang lain. Dan dia percaya, apa yang tuhan berikan pasti yang terbaik. Makanya sampai sekarang dia tetap bertahan memelihara semuanya, termasuk sikap dan sifatnya. Ayahnya hanya sebagai nelayan dan ibunya sebagai perakit tikar dari daun siwalan Ya, barangkali hidupnya laksana burung. Apa yang mau dimakan hari ini dia harus mencari hari ini pula dan seterusnya. Kamu tahu apa yang dilakukan ibunya setelah selesai jualan bubur? Dia mulai menabung secara diam-diam untuk membiayai Holizatul Afifah hingga sekarang dia bisa mengenyam bangku kuliah seperti teman-teman sekolahnya dulu. Dia hanya bercita-cita suatu saat dia bisa melihat cahaya yang memancar dari prestasi anaknya. Dan dia mulai menatanya sejak dulu.

***

Aku baru sadar. Jika mengenalmu di ujung senja itu adalah sebuah anugrah sekaligus doa bagiku. Meski sebenarnya, aku tidak mengerti akan semua itu, yang jelas, berada disampingmu aku selalu merasakan kedamaian dan ketentraman dalam hidupku. Sebuah Perjumpaan yang kita awali dengan meminta nomer ponselmu di taman kampus, ternyata kini menyisahkan rasa penasaran dalam jiwaku. Kamu tahu apa yang terjadi saat itu? Hatiku seperti gelombang yang mengantarkan arus, dag-dig-dug bunyinya kencang sekali. Dan rasa itu terus menemaniku. hingga pada suatu saat, kuberanikan diri untuk mengirim pesan ke ponselmu. Meski sebenarnya, waktu itu, aku masih dilema antara rasa malu dan rinduku sendiri.

            Pertemuan pertama tenyata membuatku semakin teringat kepadanya. Jujur, saat itu aku mulai merasa ada getaran baru, dan rasanya berbeda dari yang sebelumnya. Tidak berjumpah sehari saja, membuatku semakin merindukanmu. Disisi yang lain, aku dilema dengan petuah orangtuaku. Mereka pernah berkata seperti ini sebelum aku berangkat ke kota ini, kalau datangnya cinta hanya membuatmu semakin lupa dengan statusmu! maka untuk saat ini, jangan dulu kamu lakukan hal itu. Walau hanya sepatah kata tetapi ini cukup membuatku untuk menghela nafas melaksanakannya. Kadang aku berpikir begini, hidup yang statis itu hanya akan menyisahkan luka. Karena hidup statis tidak akan mengalami perubahan. Kamu tahu kenapa pelangi itu indah? Karena di dalamnya ada banyak warna yang menghiasai, dan satu sama lainnya saling melengkapi. Maka dasar itulah aku katakan. Tetapi aku juga sadar dengan keinginan orangtuaku. Tidak ada ceritanya orangtua menginginkan anaknya tidak sukses. Semuanya pasti menginginkan hal itu. Namun malah sebaliknya orangtua akan selalu bekerja keras dan berdoa untuk mewujudkan cita-cita bersama, yakni menjadi lebih baik dari hari kemarin dan hari ini.



Kadang aku berpikir, kalau hidup ini benar-benar lucu. Kadang kita menginginkan semuanya,  tanpa harus berkorban untuk mendapatkannya. Dan aku juga tahu. Jika dalam hidup ada pilihan, mau tudak mau kita harus memilih. Sebab jika diam pun itu termasuk pilihan. Maka dari itu, aku tidak ingin menyesal seumur hidupku hanya karena kehilanganmu. Hidup hanya sekali dan tak akan terulang kembali.walau sejujurnya aku masih merasa tidak nyaman dengan keadaanku yang sekarang ini. Kesepian yang kujalani hanya selalu mengundang gelisah dan tersiksa di hatiku. Maka aku putuskan untuk segera memilih setelah beberapa hari aku sudah memikirkan segala bentuk resikonya.



Kadang untuk mendapatkan sesuatu, kita harus berani berkorban demi sesuatu itu. Malam itu, aku mulai belajar merangkai kata-kata yang menurutku pantas untuk mewakili perasaanku, lebih-lebih untuk melamarmu sebagai kekasihku. Jujur, malam itu sungguh aku tidak bisa tidur hanya memikirkan dan memilih kata yang baik untuk kupersembahkan padamu. Meski kelihatannya aku seperti orang gila saja, kadang-kadang ketawa sendiri jika ingat senyummu, kadang tiba-tiba aku menangis jika kelak aku tidak bisa memilikimu dan kamu pergi entah kemana. Ketakutan ini benar-benar mencekamku. Aku takut sekali jik kelak kamu benar-benar milik orang lain. Dan  kadang kita harus belajar kepada air yang jatuh ke batu untuk memperoleh rahasia hidup. Pelan-pelan tapi pasti.



Kamu tahu apa yang kulakukan malam itu? hampir setengah malam aku menulis hingga separuh bukuku habis untuk melukiskanmu. Disaat pikiran ini mulai berhenti, maka aku mencoba keluar sejenak, lalu kunikmati alunan musik alam yang merdu dan  keindahan bulan-bebintang yang melahirkan rasa sejuk-damai dalam jiwaku untuk kembali melukismu. Dan akhirnya, aku bahagia sekali malam itu, aku berhasil melahirkan kata-kata dari hati yang berbicara. Bunyinya begini, To: Holizatul Afifah. Maaf jika kedatangan surat ini sangat mengejutkanmu. Tetapi aku harus segera jujur tentang perasaanku selama ini. Kerena membohongi perasaan adalah bentuk kesalahan terbesar dalam hidupku. dan aku tidak ingin itu. Fa, jujur, aku tidak juga mengerti dengan perasaanku ini, yang jelas, rasa ini berbeda saat aku mulai mengenalmu di ujung senja itu tepatnya di halaman kampus, disaat kita lagi sibuk-sibuknya mempersiapkan peralatan Ordik. Fa, Kau laksana bintang di langit, terangi jiwa ini dengan cahayamu. Kerudung yang terbalut di wajahmu, seakan-akan mengingatkanku pada kisah Aisyah istri Rasulullah SAW.



Sementara kelembutan dari sikap dan tutur bahasamu seperti embun di pagi hari yang selalu menaburkan kesejukan di hatiku. Inikah perasaan cinta atukah hanya sekedar perasaan tertarik saja?. Jika ini adalah perasaan cinta. Doaku, semoga tuhan menjadikan engkau yang halal bagiku. Dan jika ternyata rasa ini hanya sekedar perasaan tertarik saja. Birlah rasa ini secepat mungkin terbang bersama angin. Barangkali pertemuan kita hanya sebatas matahari yang terbit dari ufuk timur dan bulan yang tenggelam. Namun, tak bisa pungkiri bahwa pertemuan itu telah menyisahkan rasa rindu kepadamu. seakan-akan siang dan malam hanya wajahmu yang menari di pelupuk mataku. fa, kamu tahu nggak? kalau hembusan nafasku adalah namamu!. Sementara langkahku adalah kenangan indah saat bersamamu. Kini rasa rindu itu selalu hadir dalam ingatanku. Meski sebenarnya aku tersiksa dengan kerinduan ini. Tapi aku cukup bahagia, karena merindukanmu adalah bentuk anugrah bagiku. Hingga kini mulai aku mengerti, jika  kerinduan ini adalah awal dari tumbuhnya cinta di hatiku. Sementara cinta yang terpaksa, hanya akan menyisahkan luka dan aku tidak ingin itu.



Aku sadar, aku tak punya apa-apa kecuali sebuah hati  yang suci, yang selalu merindukanmu. Sebuah hati yang masih kupertahankan kesuciannya. Atau barangkali aku hanyalah butiran debu dari sekian gumpalan tanah di dunia ini. Tetapi, apakah aku tidak berhak untuk mencintai dan dicintai?. Aku pikir setiap manusia punya hak akan semua itu. Sebab tuhan menciptakan manusia berpasang-pasangan, ada laki-laki da perempuan. Itulah sebabnya, kenapa dunia ini begitu indah.



Mungkin lebih baik aku merasa sakit diawal dari pada sakit yang panjang belakangan.kalau boleh aku bertanya, adakah secuil rindu di hatimu, Fa?. Fa, aku tidak bermaksud untuk merayumu dengan kata-kataku. Kalau boleh jujur, ini adalah suara hati yang paling dalam, yang sudah sekian hari kupelihara dan kurawat dengan baik. Biar hama dan kuman-kuman tidak bisa menodainya. Sekali lagi merayumu termasuk aku juga tidak ingin memaksamu untuk membalas surat ini. Karena cinta yang terpaksa hanya menyisahkan luka dan aku tidak ingin itu. Cukup satu kedipan mata saja disaat kita bertemu setelah surat ini kukirimkan kepadamu. Sebab aku pikir, itu adalah jawaban yang paling baik.

Dari hati yang merindukan cahayamu



            Sungguh aku bahagia sekali, hati ini legah rasanya. Suara hati yang berhasil kutuangkan ke dalam surat. Membuatku menyusun mimpi bersama desir angin malam.

18 Juni 2012

            Setelah selesai kutulis surat itu, berhari-hari kuharap ada senyum dari bibirmu dan satu kedipan matamu. Meski itu hanya sekali saja. Tetapi harapan itu tak kunjung datang menemuiku. Aku tidak tahu kenapa kamu tidak lagi muncul di kampus setelah menerima surat dariku. Hati ini mulai gelisah. Pertanyaan-pertanyaan mulai mengisi otakku. Sungguh aku dirundung gelisah. Ataukah aku yang salah. Tidak punya apa-apa ech…!!! berani mengutarakan cinta. Ataukah ini hanya perasaanku saja!. Akh… aku semakin bingung dengan segala tingkahmu. Otaku buntuh, pikiranku ngigau, hatiku dilema. Fa, ayo bicara donk. Jangan buat aku semakin gila dan gelisah dengan segala tingkahmu. Jujur, aku hampir kehilangan kestabilan hidup. Dulu aku berharap cahaya itu kelak bisa menuntunku menuju dunia yang penuh warna-warni, penuh kebahagian dan penuh cinta-kasih-sayang.



Kadang apa yang kita inginkan selalu tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan. Ya, aku sadar inilah memang hidup. Penuh teka-teki. Berani bercinta, ya harus berani derita. Kata orang menunggu itu adalah hal yang membosankan. Walau sebenarnya, kadang aku juga hampir putus asa dengan harapan yang masih tersisa. Barangkali dibalik semua itu, tuhan sedang  merencanakan sesuatu yang lebih baik yang kadang kita tidak tahu hal itu. Aku harus sabar dan tabah untuk menjalani semua ini. Aku harus sabar.

***

            Tolong sampaikan suratku ini, jika kamu menemukan seorang perempuan yang gagal memeluk rindunya. Dengan ciri-ciri dia matanya sudah tertutup menerawang langit yang biru dua tahun yang lalu. Kata orang sekitarnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar




Designed By